Rabu, 11 Januari 2012

SYED ZAINAL ABIDIN BIN SYED MUHAMMAD ZAHIR SHAHABUDDIN : PAHLAWAN KEDAH MATI SYAHID MENENTANG SIAM 1831

Sharifah Fatimah Syed Zubir 

Syed Zainal Abidin bin Syed Muhammad Zahir dilahirkan di Alor Star,Kedah sekitar tahun 1790an. Ayahnda beliau Syed Muhammad Zahir bin Syed Hussein Shahabuddin berasal dari Palembang dan berhijrah ke Kedah sekitar tahun 1770-80. Syed Zainal Abidin lebih terkenal dengan nama Tunku Kudin atau Kudin, manakala ayahnda beliau dikenali dengan nama Tengku Raden Shariff Muhammad Zahir dan Raja Syed Tam. Ayahnda Syed Muhammad Zahir, Pangeran Syed Hussein bin Syed Muhammad Zahir Shahabuddin telah berkahwin dengan Raden Nayu Jendul anaknda Seri Paduka Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikromo dengan Mas Ayu Ratu aka Zamnah bt Wan Abdul Jabbar bin Wan Hayat.1
Dengan perkahwinan ini beliau dikurniakan gelaran Pangeran dan anak2 beliau bergelar Raden oleh Seri Paduka Sultan Palembang.Seri Paduka Sultan Mahmud Badaruddin mempunyai 33 orang anak. Dengan Mas Ayu Ratu aka Zamnah bt Wan Abdul Jabbar, lima orang anak : Raden Nayu Jendul, Raden Rustam bergelar Arya Kesuma, Raden Pilit bergelar Pangeran AdiPati Binjar Kutama, Raden Nayu Fatimah dan Raden Nayu Aisyah.
 http://www.facebook.com/notes/sharifah-fatimah-syed-zubir/syed-zainal-abidin-bin-syed-muhammad-zahir-shahabuddin-pahlawan-kedah-mati-syahi/453431191471?notif_t=note_tag

Selasa, 10 Januari 2012

Pemuda Kesultanan Palembang Darussalam

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=284478171575937&set=a.284478144909273.76090.100000412686468&type=1&theater'Kiagus Imran Mahmud
Kalu dak katik yang ngalah, rasonyo yang namonyo Palembang Darussalam tinggal impian hampa. Kito harus berpedoman ke depan. Lupoke perbedaan yang idak berarti. Ado tanggapan wong Palembang lain, dak? Jangan ngaleb bae. Payo bergerak! Apo lah disunat turunan Residen Belando. Wong Sundo Eman Rais bae peduli. Mungkin inilah sebab ngapo wong Palembang dak galak balik. DR PhD kito banyak tinggal di Jakarta, Bandung dan Yogya. Dosen banyak di luar galo. Dosen2 UNSRI sudah banyak dikirim ke Prancis, Kanada, dsb. Maksud kulo: kito punyo banyak wong pinter -- berpendidikan. Mereka itu meini dak seduli lagi. Semoga hal ini dak lamo2. KIM 

Minggu, 08 Januari 2012

Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam

http://mujahidin79.wordpress.com/2011/03/21/silsilah-palembang-darussalam/http://mujahidin79.wordpress.com/2011/03/21/silsilah-palembang-darussalam/

Nasab Keluarga Besar Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam

Nasab Keluarga Besar Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam
Cerita ini bermula ketika ada seorang ahli nasab dari kalangan Hadhrami, yakni yang bernama Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf, mengadakan cacah jiwa pertama kali pada tahun 1932 dari daerah ke daerah. Pada perjalanannya tersebut, beliau menemukan silsilah pada seorang keturunan bangsawan Palembang yang membuktikan keterkaitan antara bangsawan Kesultanan Palembang Darussalam dengan Rasulullah Muhammad SAW. Sebagian catatan tersebut kini tersimpan pada lembaga Naqobatul Asyraaf, namun tak banyak dari kalangan keturunan bangsawan Palembang Darussalam yang tahu.
Memang sudah menjadi suatu kebiasaan pada keluarga keturunan bangsawan Palembang Darussalam untuk mencatatkan silsilah keluarga mereka dan mewariskannya dari generasi ke generasi. Hanya saja kebiasaan tersebut mulai berkurang di masa sekarang ini, dan hanya sebagian kecil saja yang masih peduli dengan silsilah keluarganya bahkan lembaran-lembaran naskah silsilah keluarganya sudah banyak yang rusak atau hilang entah kemana.

Oleh karena itu, berawal dari rasa kepedulian tentang sejarah keluarga zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, saya dibantu dengan beberapa kerabat mulai melakukan pengumpulan naskah-naskah silsilah tersebut agar dapat didata serta diperbaharui catatannya.
Berikut adalah beberapa kumpulan catatan yang telah kami temukan, yang dapat menjelaskan hubungan antara keluarga bangsawan Palembang Darussalam dengan Rasulullah Muhammad SAW:

Gelar Raden-Raden Ayu dan Masagus-Masayu :
1. Dari jalur keturunan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidil Iman bin Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini*1
2. Dari jalur Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal bin Raden Santri (Pangeran Purbanegara) bin Kemas Pati bin Panembahan Bawah Sawoh dari Kerajaan Jambi.

Gelar Kemas-Nyimas:
1. Dari jalur keturunan Ki Gede Ing Suro Mudo (Kemas Anom Dipati Jamaluddin) bin Ki Gede Ing Ilir bin Pangeran Sedo Ing Lautan (tautan ke Sunan Gunung Jati & Sunan Ampel)*2
2. Dari jalur keturunan Kemas Tumenggung Yudapati bin Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini*1
3. Dari jalur keturunan Tumenggung Nagawangsa Ki Mas Abdul Aziz bin Pangeran Fatahillah Azmatkhan Al-Husaini
4. Dari jalur keturunan Mas Syahid (Amir Hamzah) bin Sunan Kudus (Ja’far As Shadiq) Azmatkhan Al-Husaini
5. Dari jalur keturunan Mas H. Talang Pati dan Mas H. Abdullah Kewiran bin Raden Santri bin Raden Umar Said (Sunan Muria) bin Raden Joko Said (Sunan Kalijaga)

Gelar Kiagus-Nyayu :
1. Dari jalur keturunan Kemas Tumenggung Yudapati bin Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini*1
2. Dari jalur keturunan Ki Bagus Abdurrohman bin Pangeran Fatahillah Azmatkhan Al-Husaini
3. Dari jalur keturunan Kiagus Yahya bin Pangeran Purbaya bin Raden Sutawijaya Panembahan Senopati Ing Alaga
4. Dari jalur keturunan Tuan Faqih Jalaluddin Azmatkhan Al-Husaini*3
Rincian Nasab *1:
Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Muhammad Ali Sedo Ing Pasarean) bin
Tumenggung Manco Negaro (Maulana Fadlullah) bin
Pangeran Adipati Sumedang (Maulana Abdullah) bin
Pangeran Wiro Kesumo Cirebon (Ali Kusumowiro/Muhammad Ali Nurdin/Sunan Sedo Ing Margi) bin
Sunan Giri / Muhammad ‘Ainul Yaqin (bin Maulana Ishaq bin Ibrahim Asmara bin Husein Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al-Husaini)
Rincian Nasab*2 :
Ki Gede Ing Suro Mudo (Kemas Anom Dipati Jamaluddin) bin
Ki Gede Ing Ilir bin
Pangeran Sedo Ing Lautan bin
Pangeran Surabaya bin
Pangeran Kediri bin
Panembahan Perwata (beribukan Ratu Pembayun binti Sunan Kalijaga + Dewi Sarokah binti Sunan Gunung Jati) bin
Sultan Trenggana (bribukan Dewi Murtasimah binti Sunan Ampel) bin
Raden Patah
Rincian Nasab*3 :
Tuan Syekh Faqih Jalaluddin bin
Mas Raden Kamaluddin Jamaluddin bin
Mas Raden Fadhil bin
Pangeran Panembahan Muhammad Mansyur bin
Kyai Gusti Dewa Agung Krama bin
Sunan Kerta Sari bin
Sunan Lembayun bin
Sunan Krama Dewa bin
Sembahan Dewa Agung Fadhil bin
Sayyid Sembahan Dewa Agung bin
Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al-Husaini
Baik Fatahillah,Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Krama Dewa merupakan Turunan Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al-Husaini yang nasabnya :
Sayyid Husain Jamaluddin Akbar bin
• Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin
• Sayyid Abdullah AZMATKHAN AL-HUSAINI bin
• Sayyid Abdul Malik AZMATKHAN AL-HUSAINI bin
• Sayyid Alawi ‘Ammil Faqih bin
• Muhammad Shahib Mirbath bin
• Ali Khali Qasam bin
• Alwi bin
• Muhammad bin
• Alwi bin
• Ubaidillah bin
• Ahmad al-Muhajir bin
• Isa bin
• Muhammad bin
• Ali Al-Uraidh bin
• Ja’far Shadiq bin
• Muhammad Al-Baqir bin
• Ali Zainal Abidin bin
• Imam Husein (bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutholib)
• Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Mutholib

http://anandakemas.wordpress.com/2010/05/23/nasab-keluarga-besar-zuriat-kesultanan-palembang-darussalam/

Selasa, 03 Januari 2012

MEMBEDAH DUALISME KESULTANAN MELALUI GARIS NASAB DAN SILSILAH

MEMBEDAH DUALISME KESULTANAN MELALUI GARIS NASAB DAN SILSILAH http://fps2b.blogspot.com/2007/10/membedah-dualisme-kesultanan.html

Oleh : Kemas Ari dan H. Ahmadi

Membaca berita yang dimuat oleh Berita Pagi tentang Dualisme Kesultanan Palembang Darussalam, Minggu 1 Juli 2007. membuat saya tertarik untuk sedikit menulis, dan awalnya saya hanya mengikuti saja berita-berita tersebut di media massa sejak Nopember 2006, dan terakhir pada Diskusi pelurusan sejarah Kesultanan Palembang Darussalam (KPD) yang diadakan di Auditorium IAIN Radn Fatah 30 Juni 2007, terlepas dari siapa penyelenggaranya serta apa yang ingin dicapai serta manfaatnya. Saya Melihat akar permasalahan sebenarnya berawal dari penobatan Sultan Iskandar sebagai sultan yang kedua (19/11/2006) jauh sebelumnya (3/3/2003) telah dinobatkan SMB III Prabudiradja, dan yang menjadi akar permasalahan adalah masalah Legitimasi dan Legalisasi Sultan yang bedasarkan ahli nasab dan silsilah.Untuk mencari siapa sebenarnya yang lebih berhak untuk menjadi Sultan Palembang sebagai penerus Sultan-sultan Kesultanan Palembang Darussalam tentulah harus melihat Garis Nasab dan Silsilahnya Serta bukti-bukti lain yang mendukungnya atau setidaknya mana diantara keduanya yang lebih mendekati. Untuk itu perlu pemahaman terlebih dahulu tentang Silsilah dan Nasab. Silsilah berasal dari kata/bahasa arab, yang bisa diartikan “Hubungan yang berkesinambungan” atau mata rantai dalam pertalian keluarga. Sedangkan yang dimaksud Nasab adalah Keturunan langsung berdasarkan Hubungan Darah. Jadi Nasab dan Silsilah itu suatu definisi yang berbeda namun erat kaitannya, meskipun demikian banyak terjadi kesalahan dalam penafsiran antara silsilah dan Nasab.Perbedaan definisi itu sangat jelas apabila kita merujuk pada suatu hadist nabi Muhammad SAW yang berbunyi Kullu Bani Adam Yantamuuna ila Asobatin illa waladun Fatimatin Fa’ ana Waliyuhum wa ‘ana Asobatuhum (HR. Thobroni Muslim dan Abu Ya’ala). Yang artinya : Semua Bani Adam (Manusia) mempunyai ikatan Nasab Ayahnya kecuali anak-anak Fatimah, akulah walinya (Ayahnya) dan Akulah asobah (ikatan Keturunan) mereka. Menyikapi hadist Nabi ini jangan sampai kita masih terjebak dengan definisi Nasab dan Silsilah yang keliru.Pada dasarnya kita sebagai manusia tentu mempunya garis nasab keatas yaitu Ayah, Kakek, Buyut, Piyut dan seterusnya. namun seringkali kita tidak mengetahui atau memiliki silsilah yang jelas. Hal ini terjadi karena kelalaian, dan kebodohan kita sendiri yang tidak meneruskan Tradisi leluhur kita yang sejak dulu selalu membuat Silsilah keluarga agar dikemudian hari anak cucu kita mengetahu garis Nasab dan silsliah keluarganya jangan sampai ketika mengaku sesama wong Palembang tapi ketika ditanya Nasab dan silsilahnya tidak tau jangankan untuk menguraikan 7 turunan keatas mungkin menyebut 4 keturunan keatas saja kita sudah kebingungan, coba tanyakan pada diri kita masing-masing.Hai Inilah yang menyebabkan terjadinya Dualisme Kesultanan Palembang Darussalam seharusnya jika kita tidak tahu dengan jelas garis Nasab dan Silsilah hendaknya kita mencari tahu terlebih dahulu, kemudian dicocokan dan akan diketahui siapa sebenarnya yang lebih cocok untuk menjadi sultan paling tidak mendekati kebenaran. Jangan dibuat seolah-olah benar, jika ini terjadi maka kita akan merusak sejarah dan keluarga kita sendiri hasil akhirnya permusuhan dan perpechan. contoh yang lain, ketika saya berkunjung ke Museum SMB II (Dinas Pariwisata Kota Palembang) saya sangat-sangat terkejut karena disana ada dua Silsilah Kesultanan Palembang yang berbeda. Silsilah pertama dibuat oleh Djohan Hanafiah (Budayawan) dan yang satunya lagi dibuat oleh R.M. Husin Natodiradjo, kedua silsilah ini menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan, kenapa ini bisa terjadi?.Jika kita memperhatikan dengan cermat dan teliti, maka akan Ada dua penapsiran yang berbeda seharusnya ini tidak perlu terjadi. Di bagian Jero (dalam) merujuk kepada Raden Paku atau Sunan Giri hingga ke Nabi Muhammad SAW. Sedangkan yang dibagian luan (luar) merujuk ke Raden Fatah hingga ke Nabi Muhammad SAW. Begitu juga didalam beberapa buku sejarah Kesultanan Palembang Darussalam masing-masing membuat silsilah yang berbeda misalnya buku M. Ali Amin dalam buku KHO Gadjahnata akan berbeda silsilahnya dengan buku yang dibuat oleh Kiagus Mas’ud dan pengarang yang lain, kenapa ini bisa terjadi? Jangan-jangan ada yang membelokan sejarah. Itulah sebabnya saya melihat Dualisme Sultan ini muncul kepermukaan karena ada yang membelokkan sejarah untuk mendapatkan Legitimasi dan legalisasi. Palembang dengan sejarahnya yang panjang memang sangat menarik untuk kembali diteliti atau dikaji ibarat mutiara yang hilang (terpendam), Para Sejarawan/Budayawan/Agamawan/ dan Arkeolog hingga pekerja senipun tertarik untuk ikut mengkajinya.
Memang tidak menjadi masalah bukankah sejarah itu sesuatu yang universal (umum) tapi jangan dibelok-belokan, kalo boleh mengutip Istilah yang disampaikan Saudi Berlian dalam makalahnya tentang Legitimasi Sosial bahwa dalam sejarah manusia akan ada yang tetap berjalan lurus meskipun jalannya tidak lurus, sebalikanya akan ada yang berjalan tidak lurus meskipun jalanya lurus, bukankah ini sebuah ironi? Inilah kenyataan meskipun kita selalu berdo’a kepada sang pencipta untuk ditunjukkan jalan yang lurus “...Ya Allah tunjukkan aku jalan yang lurus, jalan yang engkau ridhoi.....”dst. tentu akan ada saja orang-orang dibalik layar yang sengaja membelokkan sejarah, biasanya orang ini termasuk orang yang suka “SMS” yaitu Susah Melihat orang Senang dan Senang Melihat orang Susah. Mudah-mudahan kita dihindari dari sifat ini.Dengan kehadiran atau munculnya dualisme Kesultanan, yang mengundang banyak perdebatan sebaiknya diselesaikan dengancara baik dan musyawarah janganlah terlalu menurutkan hawa nafsu hingga membuat kebingungan banyak orang mulai dari kalangan atas hingga orang-orang awam turut bingung seperti kata Ahmad Bastari Suan dalam judul makalahnya sebaiknya “Satu Palembang satu Sultan” agar kita terhindar dari Adu Domba (Devide at Impera) orang/kelompok lain yang memang ingin memecah belah persatuan kita selaku wong Palembang, sadarkah engkau saudaraku?.Dalam menyikapin hal ini tidak hanya sejarahwan/budayawan saja yang harus berperan aktif namun diharapkan peranan aktif dari berbagai pihak yang dianggap mampu untuk dapat menyelesaikan permasalahan ini misalnya pemerintah serta tokoh-tokoh Ulama dan Habaib, bukankah sejak dulu para Ulama dan Habaib selalu menjadi guru sekaligus Penasehat Sultan bahkan ada yang dijadikan Menantu! kenapa sekarang para ulama dan Habaib diam saja?, saya pun menjadi bingung. Apakah semua ini disebabkan oleh ketidak tahuan? atau memang tidik peduli?, mungkin juga sengaja dibiarkan dengan alasan ini kan bukan urusan saya! Mengutip Ungkapan dari Mantan Presiden kita “Gusdur”. “Gitu aja kok repot..”!!Melihat dari dekat sejarah panjang dari Sejarah KPD sejak awal berdirinya, dasar yang dijadikan rujukkan adalah hukum Islam meskipun tidak dijalankan seratus persen, namun tetap berusaha untuk tidak menyimpang jauh dari Syariat Islam. Bila berdirinya Demak tidak terlepas dari peran Wali songo di Pulau Jawa dan yang menjadi Mufti para wali pemimpin umat pada waktu itu adalah Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Begitu juga dengan KPD tanpa diprakarsai peran Ulama dan Habaib rasanya sulit untuk mendapatkan Legitimasi dan Legalisasi umat (wong Palembang).
Dikarenakan didalam diri pribadi seorang Sultan harus mempunyai sifat-sifat Nabi yaitu Fatonah, Amanat, Siddik, dan Tabligh bukankah dalam diri sultan itu sendiri memang sosok yang agamawan sebagai panutan umat hal ini terbukti dengan gelar sultan Abdurrahman yang bergelar Kholifatul Mukminin Sayidul Imam Ia pun sebagai pendiri Kesultanan dan pemberlakuan Islam sebagai agama negara (Kesultanan). Jadi peran Ulama serta Habaib sangat diperlukan apalagi dengan munculnya Dualisme Sultan. Garis Nasab dan Silsilah harus dijadikan rujukan utama, mau tidak mau Ulama dan Habaib merupakan faktor penting yang bisa menetralisir keadaan, jangan sampai konflik ini terus berkepanjangan. Libatkan semua komponen bila dirasakan perlu!.Timbul pertanyaan Mengapa harus ulama/Habaib? Jawabnya Ulama dan Habaib mempunyai pertanggung jawababan ganda: 1. Sebagai orang Islam Ulama dan Habaib serta kita semua, berkewajiban untuk menegakkan Syarait Islam 2. sebagai keturunan nabi Muhammad SAW. Adalah kaum yang memiliki eksistensi dalam soal nasab serta silsilah. Jangan sampai para Ulama dan Habaib semakin ditinggalkan oleh umat atas ketidak peduliannya tidak responsif terhadap permasalahan yang ada.Sebagai renungan dalam catatan sejarah bahwa bahwa Sultan M. Mansyur berkata dengan bijak dan sangat jelas ketika melihat akan terjadinya dualisme kesultanan, terlihat sikapnya sebagai seorang Sultan beliau menyatakan dengan kalimat bahwa....”Adiknyalah yang pantas untuk meneruskan trah kesultanan”, namun apabila melihat putranya yang memiliki karisma beliau juga menyatakan bahwa “Putranya lebih pantas dan berhak untuk melanjutkan kesultanan”. Akhir dari kejadian ini maka SMB I dapat membuktikan bahwa memang dirinya mampu untuk mempersatukan KPD dalam satu pemerintahan.
Dilihat dari peristiwa tersebut diatas mungkinkah dijaman reformasi ini bisa dijadikan landasan untuk menjadikan Palembang yang satu dalam membangun Pemerintahan, agama, adat istiadat, serta budaya Palembang yang hampir punah seiring perjalanan waktu. Tentu jawabannya seperti yang telah saya tulis diatas membutuhkan semua peranan dari berbagai pihak termasuk Ulama dan Umaro serta Sejarahwa, maupun Budayawan. Karena urusan Dualisme Sultan bukan hanya urusan keluarga semata tetapi menjadi urusan dan bagian kita semua sebagai Wong Palembang. Apalagi SMB II telah menjadi Pahlawan Nasional tentu ini menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang tidak bisa dipisahkan. sebagaimana Jogjakarta, dan Palembang tanpa Sultan ibarat negeri yang tak bertuan. Bukankah kita sepakat ingin menjadi negeri ini sebagai tempat yang aman dan tenteram seperti nama Kerajaan kita Palembang Darussalam “Palembang Negeri yang Aman”, semoga!!!

Penguasa dan Sultan Kesultanan Palembang Darussalam

Penguasa dan Sultan Kesultanan Palembang Darussalam PDF Cetak E-mail
Penilaian Pengguna: / 3
BurukTerbaik 
Info Palembang - Sejarah Palembang
Sunday, 14 September 2008
Penguasa dan Sultan Kesutanan Palembang
triyono-infokito
Sejarah panjang terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17, dapat kita runut dari tokoh Aria Damar, seorang keturunan dari raja Majapahit yang terakhir. Kesultanan Palembang Darussalam secara resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman (atau lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama (1643-1651), terlepas dari pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Corak pemerintahanya dirubah condong ke corak Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Tanggal 7 Oktober 1823, Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan oleh penjajah Belanda dan kota Palembang dijadikan Komisariat di bawah Pemerintahan Hindia Belanda (kontrak terhitung 18 Agustus 1823).
Berikut beberapa nama penguasa/raja dan Sultan yang pernah memimpin Kesultanan Palembang Darussalam.
No Nama Penguasa Tahun Makam Keturunan
1 Ario Dillah (Ario Damar) 1455 – 1486 Jl. Ario Dillah III, 20 ilr Anak Brawijaya V
2 Pangeran Sedo ing Lautan (diganti putranya) s.d 1528 1 Ilir, di sebelah Masjid Sultan Agung Keturunan R. Fatah
3 Kiai Gede in Suro Tuo (diganti saudaranya) 1528 – 1545 1 Ilir, halaman musim Gedeng Suro Anak R Fatah
4 Kiai Gede in Suro Mudo (Kiai Mas Anom Adipati ing Suro/Ki Gede ing Ilir) (diganti putranya) 1546 – 1575 1 Ilir, kompleks makam utama Gedeng Suro Saudara Kiai Gede in Suro Tuo
5 Kiai Mas Adipati (diganti saudaranya) 1575 – 1587 1 Ilir, makam Panembahan selatan Sabo Kingking Anak Kiai Gede in Suro Mudo
6 Pangeran Madi ing Angsoko (diganti adiknya) 1588 – 1623 20 ilir, candi Angsoko Anak Kiai Gede in Suro Mudo
7 Pangeran Madi Alit (diganti saudaranya) 1623 – 1624 20 Ilir, sebelah RS Charitas Anak Kiai Gede in Suro Mudo
8 Pangeran Sedo ing Puro (diganti keponakannya) 1624 – 1630 Wafat di Indralaya Anak Kiai Gede in Suro Mudo
9 Pangeran Sedo ing Kenayan (diganti keponakannya) 1630 – 1642 2 Ilir, Sabokingking  
10 Pangeran Sedo ing Pasarean (Nyai Gede Pembayun) (diganti putranya) 1642 – 1643 2 Ilir, Sabokingking Cucu Kiai Mas Adipati
11 Pangeran Mangkurat Sedo ing Rejek (diganti saudaranya) 1643 – 1659 Saka Tiga, Tanjung Raja Anak Pangeran Sedo ing Pasarean
12 Kiai Mas Hindi, Pangeran Kesumo Abdurrohim (Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam) (diganti putranya) 1662 – 1706 Candi Walang (Gelar Sultan Palembang Darusslam 1675) Anak Pangeran Sedo ing Pasarean
13 Sultan Muhammad (Ratu) Mansyur Jayo ing Lago (Diganti saudaranya) 1706 – 1718 32 Ilir, Kebon Gede Anak Kiai Mas Hindi
14 Sultan Agung Komaruddin Sri teruno (diganti keponakannya) 1718 – 1727 1 Ilir, sebelah Masjid Sultan Agung Anak Kiai Mas Hindi
15 Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikromo (diganti putranya) 1727 – 1756 3 Ilir, Lamehabang Kawmah Tengkurap Anak Sultan Muhammad Mansyur Jayo ing Lago
16 Sultan/Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo (diganti putranya) 1756 – 1774 3 Ilir, Lemahabang (wafat 1776) Anak Sultan Mahmud Badaruddin I
17 Sultan Muhammad Bahauddin 1774 - 1803 3 Ilir, Lemahabang Anak Sultan Ahmad Najamuddin I
18 Sultan/Susuhunan Mahmud Badaruddin II R. Hasan 1803 - 1821 Dibuang ke Ternate (wafat 1852) Anak Sultan Muhammad Bahauddin
19 Sultan/Susuhunan Husin Dhiauddin (adik SMB II) 1812 – 1813 Wafat 1826 di Jakarta. Makam di Krukut, lalu dipindah ke Lemahabang Anak Sultan Muhammad Bahauddin
20 Sultan Ahmad Najamuddin III Pangeran Ratu (putra SMB II) 1819 – 1821 Dibuang ke Ternate Anak SMB II
21 Sultan Ahmad najamuddin IV Prabu Anom (putra Najamuddin II) 1821 – 1823 Dibuang ke Manado 25-10-1825. Wafat usia 59 tahun Anak Sultan Husin Dhiauddin
22 Pangeran Kramo Jayo, Keluarga SMB II. Pejabat yang diangkat Pemerintah Belanda sebangai Pejabat Negara Palembang 1823 – 1825 Dibuangke Purbalingga Banyumas. Makam di 15 Ilir, sebelah SDN 2, Jl. Segaran Anak Pangeran Natadiraja M. Hanafiah
Sumber: ‘Kesultanan Palembang’, Ir. Nanang S. Soetadji
note:
Kami menerima koreksi apabila pada silsilah di atas terdapat kekeliruan.