Kesultanan Berujung Perpecahan
Posted by infokito™ pada 22 Oktober 2007
Keinginan merekonstruksi keberadaan Kesultanan Palembang Darussalam justru membuat masyarakat Palembang terbelah. Tak lain karena munculnya dua orang yang menyatakan diri sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III, Kesultanan Palembang Darussalam dibubarkan Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1825.Namun, selama tiga tahun terakhir, ada keinginan masyarakat Palembang menghidupkan kembali kesultanan tersebut. Adalah Raden Mas Syafei Prabu Diraja, yang kemudian mengklaim diri sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III pada 2003 lalu. Perwira polisi ini mengklaim telah menerima wangsit dan diangkat Sultan Mahmud Badaruddin III, dengan gelar kebangsawanan Sultan Raden Muhammad Syafei Prabu Diraja. Klaim Syafei Prabu Diraja rupanya tak serta merta diakui.
Pasalnya, pada Oktober 2006, zuriat wong Palembang yang berhimpun dalam Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam mengukuhkan Raden Mahmud Badaruddin sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III dengan gelar kebangsawanan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin. Raden Mahmud Badaruddin merupakan seorang pengusaha dan pernah aktif pada organisasi Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumatera Selatan.
Dualisme ini kemudian bergulir menjadi perbincangan, bahkan perdebatan hangat di masyarakat Palembang, baik di media massa maupun di forumforum seminar. Siapa ahli nasab dari Kesultanan Palembang Darussalam yang berhak menerima gelar sultan, apakah Raden Mas Syafei Prabu Diraja atau Mahmud Badaruddin? Seniman Palembang Taufik Wijaya menyebutkan, dari hasil beberapa penelitian tentang sejarah zuriat, diketahui bahwa kedua orang tersebut sebenarnya bukan ahli nasab. Menurut dia, Raden Mas Syafei Prabu Diraja merupakan keturunan istri keenam Sultan Mahmud Badaruddin II,s edangkan Mahmud Badaruddin merupakan keturunan dari sultan sebelumnya, yakni Sultan Mansyur Jayo Ing Lago.
Raden Mas Prabu Diraja merasa berhak menjadi sultan. Sebab, dia merupakan putra sultan terakhir Palembang Sultan Mahmud Badaruddin II, meskipun anak selir keenam, Mas Ayu Ratu Ulu. Selir ini memiliki anak bernama Pangeran Prabu Dirajo Haji Abdullah yang merupakan piut dari Syafei Prabu Diraja. Menurut Taufik, klaim Syafei Prabu Diraja sebagai sultan bertentangan dengan hasil penelitian sejarah yang pernah dilakukan para peneliti maupun pemerintah Sumatera Selatan tentang sejarah perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II pada 1980.
Syafei Prabu Diraja dinilai mengabaikan silsilah keberadaan dua sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II, yakni Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom. ”Selain itu, sampai saat ini tidak ditemukan adanya wasiat para sultan yang isinya amanat meneruskan keberadaan Kesultanan Palembang Darussalam sebagai sebuah kekuasaan atau pemerintahan setelah mereka diasingkan Belanda,” kata Taufik.
Di sisi lain, Raden Mahmud Badaruddin diangkat sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III oleh musyawarah Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, pada Oktober 2006 lalu. Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam merupakan kumpulan zuriat 10 sultan yang pernah berkuasa di Palembang, yang tersebar di berbagai daerah di nusantara.
Di antara mereka yang bermusyawarah tersebut, terdapat ahli nasab dari zuriat Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom, baik yang berada di Ternate, Palembang, maupun Jakarta. Mereka sepakat menghidupkan kembali Kesultanan Palembang Darussalam sebagai simbol budaya, bukan sebagai sebuah kekuasaan baru. Menurut pendiri Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, Djohan Hanafiah, pengangkatan Raden Mahmud Badaruddin sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III karena yang bersangkutan masih keturunan zuriat sultan yang pernah berkuasa di Palembang, yakni Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago.
Alasan lainnya, karena dia juga memiliki kepedulian pada peninggalan sejarah budaya Kesultanan Palembang Darussalam. Di antaranya itu diwujudkan dengan memperbaiki makam para sultan Palembang, Candi Walang, serta mendukung revitalisasi adat istiadat Kesultanan Palembang Darussalam. ”Raden Mahmud Badaruddin juga menyatakan siap mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia,”kata Djohan.
Pemkot Tidak Memihak
PEMERINTAH Kota Palembang menegaskan, tidak memihak pada kelompok tertentu terkait munculnya dua Kesultanan Palembang Darussalam. (Syafei Prabu Diraja Sultan Mahmud Badaruddin III dan Iskandar Mahmud Badaruddin III).
Meski demikian, Pemkot Palembang membutuhkan Kesultanan Palembang Darussalam, sebagai bagian dari objek pariwisata sejarah di Palembang. ”Menyikapi munculnya dua Kesultanan Palembang Darussalam, kami berdiri di tengahtengah,” ujar Kabag TU Dinas Pariwisata Kota Palembang Bukman, pada ”Diskusi Pelurusan Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam” yang dilaksanakan Tim 17 Palembang Darussalam di Auditorium IAIN Raden Fatah Palembang, beberapa waktu lalu.
Saat ini, kata dia, pemerintah sedang giatnya mengelola program pariwisata seperti Visit Musi 2008. Mengenai perbedaan status dua sultan, Bukman mengimbau agar kedua pihak melakukan usaha perunutan sejarah. Misalnya dengan mencari silsilah dari anak keturunan SMB II yang ada di Ternate, kemudian melakukan usaha pelacakan bukti-bukti peninggalan yang mengarah pada penentuan garis keturunan yang sah. ”Menurut saya, hal seperti ini penting dilakukan. Apalagi, anak keturunan SMB II lebih banyak hidup di Ternate. Jadi, diskusi pelurusan sejarah ini bukan hasil final, melainkan langkah awal dari kerja yang sangat berat dan panjang” tegas dia.
Ketua pelaksana kegiatan dr Hj Alfa SA Gadjanata mengatakan, dari hasil pertemuan raja/sultan/pemangku adat se-Nusantara pada 29 Mei 2007 di Ruang Tanah Beru Losari Beach Makasar Sulawesi Selatan, yang dihadiri 25 keraton (kesultanan). Acara juga dihadiri SMB III Prabu Diraja, menghasilkan keputusan, di antaranya raja/sultan/ pemangku adat sebagai pengayom budaya sebaiknya tidak masuk wilayah politik, kemudian sultan berkewajiban melakukan pendekatan spiritual sebagaimana dilakukan leluhurnya.
Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara (FSKN) dengan tegas menolak Deklarasi Sambas (Kalbar) dan tidak ada hubungannya dengan FSKN dalam hal penyelenggaraan Pagelaran Seni Budaya Keraton se-Nusantara (PSBKN). Selanjutnya, mengklarifikasi penunjukan tentang penyelenggaraan Pagelaran Seni Budaya Keraton se-Nusantara (PSBKN) III di Palembang. Penunjukan ini akan ditentukan dan diputuskan pada Musyawarah Agung FSKN I di Bali. Terakhir, utusan yang diakui dalam FSKN adalah Syafei Prabu Diraja, SMB III. (muhamad uzair/sindo)
Pasalnya, pada Oktober 2006, zuriat wong Palembang yang berhimpun dalam Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam mengukuhkan Raden Mahmud Badaruddin sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III dengan gelar kebangsawanan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin. Raden Mahmud Badaruddin merupakan seorang pengusaha dan pernah aktif pada organisasi Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumatera Selatan.
Dualisme ini kemudian bergulir menjadi perbincangan, bahkan perdebatan hangat di masyarakat Palembang, baik di media massa maupun di forumforum seminar. Siapa ahli nasab dari Kesultanan Palembang Darussalam yang berhak menerima gelar sultan, apakah Raden Mas Syafei Prabu Diraja atau Mahmud Badaruddin? Seniman Palembang Taufik Wijaya menyebutkan, dari hasil beberapa penelitian tentang sejarah zuriat, diketahui bahwa kedua orang tersebut sebenarnya bukan ahli nasab. Menurut dia, Raden Mas Syafei Prabu Diraja merupakan keturunan istri keenam Sultan Mahmud Badaruddin II,s edangkan Mahmud Badaruddin merupakan keturunan dari sultan sebelumnya, yakni Sultan Mansyur Jayo Ing Lago.
Raden Mas Prabu Diraja merasa berhak menjadi sultan. Sebab, dia merupakan putra sultan terakhir Palembang Sultan Mahmud Badaruddin II, meskipun anak selir keenam, Mas Ayu Ratu Ulu. Selir ini memiliki anak bernama Pangeran Prabu Dirajo Haji Abdullah yang merupakan piut dari Syafei Prabu Diraja. Menurut Taufik, klaim Syafei Prabu Diraja sebagai sultan bertentangan dengan hasil penelitian sejarah yang pernah dilakukan para peneliti maupun pemerintah Sumatera Selatan tentang sejarah perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II pada 1980.
Syafei Prabu Diraja dinilai mengabaikan silsilah keberadaan dua sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II, yakni Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom. ”Selain itu, sampai saat ini tidak ditemukan adanya wasiat para sultan yang isinya amanat meneruskan keberadaan Kesultanan Palembang Darussalam sebagai sebuah kekuasaan atau pemerintahan setelah mereka diasingkan Belanda,” kata Taufik.
Di sisi lain, Raden Mahmud Badaruddin diangkat sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III oleh musyawarah Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, pada Oktober 2006 lalu. Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam merupakan kumpulan zuriat 10 sultan yang pernah berkuasa di Palembang, yang tersebar di berbagai daerah di nusantara.
Di antara mereka yang bermusyawarah tersebut, terdapat ahli nasab dari zuriat Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom, baik yang berada di Ternate, Palembang, maupun Jakarta. Mereka sepakat menghidupkan kembali Kesultanan Palembang Darussalam sebagai simbol budaya, bukan sebagai sebuah kekuasaan baru. Menurut pendiri Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, Djohan Hanafiah, pengangkatan Raden Mahmud Badaruddin sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III karena yang bersangkutan masih keturunan zuriat sultan yang pernah berkuasa di Palembang, yakni Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago.
Alasan lainnya, karena dia juga memiliki kepedulian pada peninggalan sejarah budaya Kesultanan Palembang Darussalam. Di antaranya itu diwujudkan dengan memperbaiki makam para sultan Palembang, Candi Walang, serta mendukung revitalisasi adat istiadat Kesultanan Palembang Darussalam. ”Raden Mahmud Badaruddin juga menyatakan siap mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia,”kata Djohan.
Pemkot Tidak Memihak
PEMERINTAH Kota Palembang menegaskan, tidak memihak pada kelompok tertentu terkait munculnya dua Kesultanan Palembang Darussalam. (Syafei Prabu Diraja Sultan Mahmud Badaruddin III dan Iskandar Mahmud Badaruddin III).
Meski demikian, Pemkot Palembang membutuhkan Kesultanan Palembang Darussalam, sebagai bagian dari objek pariwisata sejarah di Palembang. ”Menyikapi munculnya dua Kesultanan Palembang Darussalam, kami berdiri di tengahtengah,” ujar Kabag TU Dinas Pariwisata Kota Palembang Bukman, pada ”Diskusi Pelurusan Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam” yang dilaksanakan Tim 17 Palembang Darussalam di Auditorium IAIN Raden Fatah Palembang, beberapa waktu lalu.
Saat ini, kata dia, pemerintah sedang giatnya mengelola program pariwisata seperti Visit Musi 2008. Mengenai perbedaan status dua sultan, Bukman mengimbau agar kedua pihak melakukan usaha perunutan sejarah. Misalnya dengan mencari silsilah dari anak keturunan SMB II yang ada di Ternate, kemudian melakukan usaha pelacakan bukti-bukti peninggalan yang mengarah pada penentuan garis keturunan yang sah. ”Menurut saya, hal seperti ini penting dilakukan. Apalagi, anak keturunan SMB II lebih banyak hidup di Ternate. Jadi, diskusi pelurusan sejarah ini bukan hasil final, melainkan langkah awal dari kerja yang sangat berat dan panjang” tegas dia.
Ketua pelaksana kegiatan dr Hj Alfa SA Gadjanata mengatakan, dari hasil pertemuan raja/sultan/pemangku adat se-Nusantara pada 29 Mei 2007 di Ruang Tanah Beru Losari Beach Makasar Sulawesi Selatan, yang dihadiri 25 keraton (kesultanan). Acara juga dihadiri SMB III Prabu Diraja, menghasilkan keputusan, di antaranya raja/sultan/ pemangku adat sebagai pengayom budaya sebaiknya tidak masuk wilayah politik, kemudian sultan berkewajiban melakukan pendekatan spiritual sebagaimana dilakukan leluhurnya.
Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara (FSKN) dengan tegas menolak Deklarasi Sambas (Kalbar) dan tidak ada hubungannya dengan FSKN dalam hal penyelenggaraan Pagelaran Seni Budaya Keraton se-Nusantara (PSBKN). Selanjutnya, mengklarifikasi penunjukan tentang penyelenggaraan Pagelaran Seni Budaya Keraton se-Nusantara (PSBKN) III di Palembang. Penunjukan ini akan ditentukan dan diputuskan pada Musyawarah Agung FSKN I di Bali. Terakhir, utusan yang diakui dalam FSKN adalah Syafei Prabu Diraja, SMB III. (muhamad uzair/sindo)
Kiagus Ismail Hamzah berkata
kalu nak mengklaim mak itu, banyak yang boleh jugo mengklaim dong…kareno misalnya aku; dari nenek ku sebelah ayah, aku keturunan Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago, dan dari datuk sebelah Ayah (ayahku mentelu dr Nyayu Hj Alfa SA Gadjanata), aku adalah keturunan dari Sultan Hadiwijaya (Demak) dari anaknyo yang bernamo Pangeran Abdul Rahman Kertomenggolo (Pangeran Keling)
Aku berbahagio dengan adonyo sultan Palembang…tapi tolong jangan belago….
menurutku yang paling berhak diangkat menjadi sultan adalah yang diangkat oleh Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam
kmsmahmud80 berkata
tolong dong pencetakan nama yang benar…
Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja nama sebenarnya adalah Raden Muhammad Sjafei Diradja bukan Raden Mas…. inilah istilah yang digunakan belanda untuk memutar balik fakta
sedangkan ketua HZKPD bernama Iskanda Harun, yang diberi Gelar Sultan untuk jangka waktu 5 tahun sesuai AD/ART LSM……..
jadi HZKPD disini posisinya hanya gelar dalam lingkum LSM dan tidak boleh dipakai diluar, nanti Presiden kita bisa banyak dong…. dari presiden direktur sampai presiden becak maunya diakui sebagai presiden indonesia…. tolong kalau buat cerita atau sejarah yang jelas…
dan tolong selama ini saya tidak pernah melihat silsilah keluarga ketua HZKPD yang mengaku sultan karena di seluruh dunia yang mengaku sebagai sultan berdasarkan garis nasab (keturunan) terima kasih wasalamualaikum wr.wb.
Djenambang Bin Tandjak berkata
Kenapa tidak ada ahli sejarah dari sumatera selatan yang berani menulis tentang silsilah raja-raja dari Palembang dan seterusnya. Mudah-mudahan ini bukan bertanda, bahwa orang-orang Palembang itu kurang “cerdas” dalam menyikapi budaya leluhur.
helmi berkata
infokito™ berkata
Silahkan anda berkunjung ke alamat ini
http://infokito.wordpress.com/2007/12/06/daftar-penguasa-dan-sultan-palembang-darussalam/
atau alamat ini
http://infokito.net/daftar-penguasa-dan-sultan-palembang-darussalam/
Sebagai catatan, bahwa tiap2 keturunan mempunyai silsilah masing2 yang berbeda dan ini sangat tidak mungkin membuat keseluruhannya.
Perlu anda ketahui, bahwa masing2 keluarga (asli) Palembang mempunyai tradisi membuat silsilah turun temurun mereka. Budaya ini masih ada di kota Palembang.
Literatur2 yang mengungkap sedikit demi sedikit sejarah Palembang un dapat anda temukan di sini.
helmi berkata
kmsmahmud80 berkata
terpenting lihat dulu garis nasabnya
sultan di seluruh dunia menggunakan garis nasab bukan dari akte organisasi dan AD/ART
jadi kumpulkan kedua sultan dan periksa dulu silsilah keduanya
terima kasih
wass.wr.wb
Eman Rais berkata